Makan di Asia Tengah itu Selalu Kewaregen
Jalan-jalan ke tempat jauh membuat perut saya berkembang pesat cc-nya. Di Kirgiztan-Kazakhstan, porsi makan gede-gede. Kami makan share plate rame-rame, tapi tetap saja itemnya ada banyak. Salad keluar dulu, disambung appetizer semacam cireng-cirengan, habis itu menu utamanya.
Pendek kata, makan di Asia Tengah itu selalu kewaregen dan kemlakaren.
Belum lagi selama penerbangan. Di semua penerbangan internasional, dikit-dikit disuruh makan. Gak dimakan ya eman-eman, apalagi yang bangunin saya pramugarinya nyum-nyum gitu ya mesti bangun kan masak enggak.
Bahkan kita tidur angler pun dibangunin buat makan. Belakangan ada yg bilang memang itu cara mereka agar kita gak terlalu jetlag, biar jam tubuh lekas adaptasi dengan belahan bumi yang berbeda.
Selang empat hari dan langsung mabur ke Iran, jelas di sana porsi makan gak kalah besar. Apalagi jatah makan para tamu undangan gak mungkin share plate. Semua porsian sendiri-sendiri. Saya nyaris gak pernah habis, itu pun sudah berjuang keras biar gak terlalu mubazir.
Nah, sekarang di Bali, tiba-tiba semua porsi makanan jadi terasa kecil. Naspad segini ini bikin saya gak pede apakah dua jam kemudian saya masih kenyang atau kelaparan lagi. Solusinya, saya bungkus buat jaga-jaga, saya bawa masuk kamar hotel.
Tiba di kamar, mencium aroma nasi padang, tanpa menunggu lapar pun tiba-tiba lelaki paruh baya itu sudah tampak duduk di lantai sambil dengan napas terengah-engah membuka bungkusan naspadnya.
Astaghfirullaaaah.. 

Comments
Post a Comment